Customer Support (62) 811-2266-828
chiyo baby wear
  >  Bayi   >  Anemia pada Kehamilan: Hubungan dengan Berat Badan Ibu dan Strategi Pencegahannya

Anemia pada Kehamilan: Hubungan dengan Berat Badan Ibu dan Strategi Pencegahannya

Kehamilan merupakan fase kritis yang memerlukan perhatian khusus terhadap status gizi ibu, termasuk berat badan. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI (2023), sekitar 23% ibu hamil di Indonesia mengalami kekurangan berat badan, yang berpotensi memicu komplikasi seperti anemia. Lantas, apakah klaim bahwa berat badan kurang saat hamil menyebabkan anemia merupakan mitos atau fakta? Artikel ini akan mengulas hubungan ilmiah antara kedua kondisi tersebut, disertai strategi pencegahan berbasis bukti serta referensi kredibel dari sumber nasional dan internasional.

Berat Badan Ibu Hamil: Dampak Klinis dan Hubungan dengan Anemia

Berat badan rendah selama kehamilan (didefinisikan sebagai Indeks Massa Tubuh/IMT <18,5 kg/m² sebelum hamil atau kenaikan berat badan di bawah rekomendasi) dapat mengganggu ketersediaan nutrisi esensial seperti zat besi, asam folat, dan vitamin B12. Menurut WHO (2021), ibu hamil dengan IMT rendah berisiko 2,5 kali lebih tinggi mengalami anemia defisiensi besi dibandingkan ibu dengan berat badan normal. Hal ini terjadi karena asupan kalori yang tidak memadai sering kali disertai defisiensi mikronutrien, terutama zat besi—komponen utama hemoglobin.

Mekanisme Biologis:

  1. Defisiensi Zat Besi: Kebutuhan zat besi meningkat hingga 50% selama kehamilan untuk mendukung volume darah ibu dan pertumbuhan plasenta. Ibu dengan berat badan rendah cenderung memiliki cadangan zat besi (feritin) yang terbatas, sehingga mudah mengalami anemia.
  2. Gangguan Absorpsi Nutrisi: Kondisi underweight sering dikaitkan dengan gangguan pencernaan atau malnutrisi kronis, yang mengurangi kemampuan tubuh menyerap zat besi dan vitamin B12.
  3. Hiperemesis Gravidarum: Mual dan muntah berlebihan pada trimester pertama dapat memperparah defisit nutrisi, terutama jika tidak diimbangi dengan suplementasi.

Studi dalam British Medical Journal (2022) mengonfirmasi bahwa ibu hamil dengan kenaikan berat badan di bawah rekomendasi (<11 kg untuk IMT normal) memiliki kadar hemoglobin 10% lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol. Temuan ini memperkuat hubungan kausal antara berat badan kurang dan anemia.

Anemia pada Kehamilan: Klasifikasi dan Dampak Jangka Panjang

Anemia pada kehamilan didefinisikan sebagai kadar hemoglobin (Hb) <11 g/dL pada trimester pertama dan ketiga, atau <10,5 g/dL pada trimester kedua (WHO, 2021). Di Indonesia, prevalensi anemia pada ibu hamil mencapai 38,5% (Riskesdas, 2018), dengan 60% kasus disebabkan oleh defisiensi zat besi.

Dampak pada Ibu dan Janin:

  1. Kelahiran Prematur: Anemia mengurangi suplai oksigen ke rahim, memicu kontraksi dini. Risiko kelahiran prematur meningkat 40% pada ibu dengan Hb <9 g/dL (Journal of Obstetrics and Gynaecology, 2020).
  2. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR): Janin dari ibu anemia berisiko lahir dengan berat <2,5 kg. BBLR dikaitkan dengan gangguan perkembangan saraf dan stunting (UNICEF, 2022).
  3. Perdarahan Pascapersalinan: Defisiensi zat besi melemahkan kontraksi rahim, meningkatkan risiko perdarahan postpartum—penyebab utama kematian ibu di negara berkembang (Kemenkes RI, 2023).
  4. Anemia Neonatal: Bayi yang lahir dari ibu anemia cenderung memiliki cadangan zat besi rendah, berpotensi mengalami gangguan kognitif di masa depan (The Lancet, 2019).

Mitigasi Risiko: Strategi Pencegahan Anemia dan Penambahan Berat Badan

1. Pemenuhan Kebutuhan Zat Besi dan Asam Folat

  • Zat Besi: Konsumsi 27 mg/hari dari sumber hewani (daging merah, hati) dan nabati (bayam, kacang merah). Kombinasikan dengan vitamin C (jeruk, tomat) untuk meningkatkan absorpsi (Kemenkes RI, 2021).
  • Asam Folat: Asupan 600 mcg/hari melalui suplemen dan makanan seperti brokoli atau alpukat, untuk mencegah neural tube defect dan anemia megaloblastik.
  • Suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD): Program wajib Kemenkes RI dengan dosis 1 tablet/hari mengandung 60 mg zat besi dan 400 mcg asam folat.

2. Penambahan Berat Badan yang Optimal

  • Rekomendasi Kenaikan Berat Badan:
    • IMT rendah: 12,5–18 kg
    • IMT normal: 11,5–16 kg
    • IMT tinggi: 7–11,5 kg (Institute of Medicine, 2020).
  • Strategi Nutrisi:
    • Tambahkan 300–500 kalori/hari, fokus pada protein (telur, ikan) dan lemak sehat (alpukat, minyak zaitun).
    • Konsumsi susu ibu hamil yang difortifikasi zat besi dan kalsium.
    • Hindari kafein berlebihan, yang menghambat penyerapan zat besi.

3. Pemantauan Kesehatan Berkala

  • Pemeriksaan Hb Rutin: Minimal 2 kali selama kehamilan (trimester pertama dan ketiga).
  • Skrining Penyakit Penyerta: Hipertiroidisme atau infeksi parasit (cacingan) dapat memperburuk anemia.

Fakta Tambahan: Peran Probiotik dan Edukasi Gizi

  1. Probiotik: Studi dalam Nutrients (2023) menunjukkan bahwa konsumsi probiotik (Lactobacillus) meningkatkan absorpsi zat besi sebesar 15% pada ibu hamil underweight.
  2. Edukasi Gizi Berbasis Komunitas: Program “Posyandu Plus” di Jawa Tengah berhasil menurunkan prevalensi anemia sebesar 20% melalui pelatihan memasak makanan kaya zat besi bagi ibu hamil (Dinkes Jateng, 2022).
  3. Dampak Stres: Stres kronis meningkatkan hormon kortisol, yang mengganggu metabolisme zat besi. Teknik relaksasi seperti prenatal yoga direkomendasikan oleh WHO (2020).

Mitos vs. Fakta

  • Mitos: “Ibu kurus pasti melahirkan bayi kecil.”
    Fakta: Berat badan lahir lebih dipengaruhi oleh kecukupan nutrisi selama hamil. Ibu underweight yang memenuhi kebutuhan gizi dapat melahirkan bayi sehat (dr. Nurul Ratna, Sp.OG, 2023).
  • Mitos: “Anemia hanya disebabkan oleh kurang makan daging.”
    Fakta: Faktor lain seperti perdarahan, infeksi, atau genetik (thalassemia) juga berperan.

Klaim bahwa berat badan kurang saat hamil menyebabkan anemia adalah fakta yang didukung bukti ilmiah. Defisit kalori dan mikronutrien pada ibu underweight mengganggu sintesis hemoglobin, meningkatkan risiko komplikasi kehamilan. Pencegahan memerlukan pendekatan holistik: kombinasi suplementasi zat besi, diet seimbang, dan pemantauan medis rutin. Kolaborasi antara tenaga kesehatan, keluarga, dan komunitas menjadi kunci menekan angka anemia maternal di Indonesia.

Referensi:

  1. Kementerian Kesehatan RI. (2023). Pedoman Gizi Seimbang untuk Ibu Hamil.
  2. WHO. (2021). Global Nutrition Targets 2025: Anaemia Policy Brief.
  3. UNICEF. (2022). Low Birthweight: A Dire Outcome of Maternal Malnutrition.
  4. Institute of Medicine. (2020). Weight Gain During Pregnancy: Reexamining the Guidelines.
  5. The Lancet. (2019). Iron Deficiency Anemia and Cognitive Development in Children.
  6. Dinkes Jawa Tengah. (2022). Laporan Program Posyandu Plus untuk Ibu Hamil.
  7. Nutrients. (2023). Probiotics and Iron Absorption: A Randomized Controlled Trial.